Prabowo Sebut Rumput Laut Bisa Diubah Jadi BBM, Emang Bisa? Begini Faktanya

Musikpedia – Prabowo Subianto baru-baru ini sempat mengklaim bahwa rumput laut bisa menjadi bahan untuk pembuatan BBM. Hal tersebut ia ungkap dalam sebuah acara dialog di TV One.

“Rumput laut bisa dipakai sebagai gantinya pupuk, bisa juga dijadikan BBM, luar biasa rumput laut,” ucapnya waktu itu.

Read More

Namun benarkah klaim dari calon presiden nomor urut 2 ini? Rupanya sejumlah peneliti di Eropa, dilansir dari Euronews, mengungkap bahwa penggunaan rumput laut masih pada tahap belum bisa menggantikan BBM secara 100 persen.

BBM dengan kandungan rumput laut, atau biasa disebut dengan Bioetanol, baru bisa dipakai sebagai campuran BBM.

Uji coba ini dilakukan dengan menggunakan mobil biasa, untuk melihat dampak emisinya.

Mobil biasa digunakan untuk menguji bahan bakar rumput laut, yang oleh para ilmuwan disebut biofuel generasi ke-3, dan merupakan alternatif berkelanjutan untuk bahan bakar fosil.

Truk BBM Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah melakukan Build Up Stock atau Penambahan Stok di Karimun Jawa pada Jumat (22/12/2023). [Dok Pertamina]

Tangki diisi dengan bahan bakar rumput laut 10%, sisanya dengan bensin dan kinerjanya dibandingkan dengan bahan bakar pompa bensin.

“Emisi yang kami ukur adalah CO, CO2, dan NOX. Dan selain itu, kami mengukur emisi partikulat dari mobil, “kata Sten Frandsen – insinyur mekanik dan manajer bisnis di DTI.

“Tes emisi yang kami dapatkan dari bahan bakar rumput laut berada pada tingkat yang persis sama dengan apa yang kami dapatkan dari bahan bakar konvensional yang dijadikan referensi.”

Solusi alternatif kendaraan listrik

“Kami melihat banyak mobil listrik memasuki pasar, tetapi apakah itu solusi satu perbaikan untuk semua emisi CO2?” tanya Frandsen.

“Karena kami memiliki transportasi tugas berat, kami memiliki kapal, kami memiliki pesawat terbang, masih mengkonsumsi sejumlah besar bahan bakar fosil. Kami membutuhkan pengganti untuk itu, dan mungkin, rumput laut bisa menjadi beberapa solusi “.

Mengapa rumput laut berkelanjutan? Pertama, karena tumbuh di mana-mana. Hanya membutuhkan matahari dan laut, yang mencakup 70% planet kita.

Budidayanya tidak memerlukan lahan subur, pupuk atau air tawar, seperti biofuel lain yang terbuat dari residu pertanian misalnya.

Budidaya rumput laut menghalangi aktivitas olahraga kitesurfing di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/ Dokumentasi Ahmad Bahar]
Budidaya rumput laut di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/ Dokumentasi Ahmad Bahar]

Biaya produksi bahan bakar bisa turun drastis?

Para ilmuwan di laboratorium di Petten, Belanda, dalam proyek penelitian Eropa yang disebut MacroFuels, sedang mencari cara terbaik untuk mengubah gula rumput laut menjadi bahan bakar.

Dalam jangka panjang, mereka tidak lagi harus memproduksi botol, tetapi berton-ton etanol dan barel butanol.

“Pertama kita ambil rumput laut. Dan kemudian kami menggunakan air untuk mengeluarkan gula dengan beberapa enzim atau asam,” kata Jaap Van Hal, seorang ahli kimia & manajer inovasi di biorefinery, TNO dan koordinator ilmiah proyek macrofuel.

“Dan kemudian Anda mendapatkan larutan gula, dan sama seperti Anda menghasilkan anggur atau bir, Anda memfermentasinya menjadi Etanol atau Butanol, dan Anda mencampurnya dengan bensin atau solar normal untuk menghasilkan E10 dan kemudian Anda mengendarai mobil Anda di atasnya.”

Harus diproduksi besar-besaran biar murah

Lebih banyak produksi biofuel berarti lebih banyak biomassa rumput laut. Berkat skala ekonomi dan mekanisasi, para peneliti berharap dapat memotong biaya produksi bahan bakar hingga 100 persen.

Bersama dengan komersialisasi produk rumput laut lainnya, ini bisa membuat bahan bakar layak secara ekonomi di masa depan.

Namun perlu diketahui bahwa pakar juga mengungkap bahwa saat ini produksi bahan bakar dengan bahan rumput laut lebih mahal, dan baru bisa akan makin murah jika dilakukan secara besar-besaran.

“Saat ini, harga satu liter biofuel berbasis rumput laut terlalu tinggi, mungkin seratus kali lebih mahal daripada bahan bakar tradisional. Tetapi ketika skalanya akan naik, harganya akan turun, dan kita akan masuk ke kisaran di mana kita akan bersaing dengan bahan bakar tradisional,” kata Bert Groenendaal, seorang ahli kimia & koordinator proyek R & D di SIOEN.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa akan memakan waktu sekitar 25 tahun agar teknologi ini menguntungkan dalam skala yang sangat besar.

Sumber: www.suara.com

Related posts